Radar Baru, Opini – Platform e-commerce telah menjadi bagian penting dalam kehidupan modern. Kemudahan belanja online menarik banyak konsumen, tetapi di balik kemajuan ini terdapat ancaman serius: keamanan transaksi dan penipuan online. Kasus-kasus seperti pembayaran palsu, barang tidak sesuai deskripsi, atau barang yang tidak pernah sampai ke tangan pembeli adalah realitas yang terus terjadi. Hal ini menunjukkan adanya celah dalam sistem perlindungan konsumen yang memerlukan perhatian mendalam.
Penipuan dalam e-commerce tidak hanya berdampak pada kerugian finansial, tetapi juga mencederai kepercayaan konsumen terhadap platform belanja online. Oleh karena itu, platform e-commerce memiliki tanggung jawab besar untuk menciptakan lingkungan belanja yang aman dan tepercaya.
Beberapa langkah telah dilakukan oleh perusahaan e-commerce untuk meningkatkan keamanan transaksi. Contohnya:
- Amazon: Melalui program A-to-Z Guarantee dan teknologi AI untuk mendeteksi pola penipuan, Amazon berhasil mengurangi risiko barang palsu dan ketidaksesuaian produk, meskipun masih menghadapi tantangan dalam memantau penjual pihak ketiga.
- Tokopedia: Menerapkan sistem escrow, di mana pembayaran ditahan hingga pembeli menerima barang. Meski cukup efektif, masih terdapat kendala pada pengembalian barang yang tidak sesuai deskripsi.
- Shopee: Menghadirkan Shopee Guarantee untuk memverifikasi produk dan menjamin kualitasnya. Namun, menjaga konsistensi kualitas produk tetap menjadi tantangan.
- Alibaba: Dengan Trade Assurance, pembayaran hanya diterima jika barang memenuhi standar yang telah disepakati. Audit supplier secara ketat juga menjadi keunggulan Alibaba meski tantangan tetap ada pada penjual kecil.
Platform lainnya seperti JD.com, Lazada, dan Zalora juga memiliki kebijakan serupa, mulai dari pengembalian dana hingga tim verifikasi kualitas. Namun, kendala dalam mengawasi penjual pihak ketiga dan memastikan standar kualitas tetap menjadi masalah utama.
Salah satu aspek penting dalam e-commerce adalah kebebasan pembeli untuk memberikan ulasan terhadap produk dan penjual. Menurut Marketplace of Ideas oleh John Stuart Mill, kebebasan berbicara mendorong transparansi dan kepercayaan dalam pasar. Namun, kebebasan ini harus dibatasi oleh hukum dan etika agar tidak menimbulkan dampak negatif, seperti pencemaran nama baik atau pelanggaran hak cipta.
Platform e-commerce harus memastikan keseimbangan antara kebebasan berbicara dan perlindungan konsumen. Misalnya, ulasan palsu atau deskripsi produk yang menyesatkan harus ditindak tegas untuk menjaga kepercayaan pembeli. Dengan menerapkan prinsip Proportionality dan Due Diligence, platform dapat menetapkan aturan yang tidak terlalu ketat sehingga membatasi kebebasan, namun cukup efektif untuk mencegah penyalahgunaan.
Selain mengandalkan kebijakan internal, platform e-commerce perlu bekerja sama dengan pemerintah untuk memberlakukan regulasi yang lebih ketat terhadap pelaku penipuan. Hukuman yang jelas dan tegas dapat memberikan efek jera.
Penerapan teknologi keamanan seperti enkripsi data, sistem verifikasi identitas, dan deteksi otomatis terhadap pola penipuan juga menjadi solusi yang dapat dioptimalkan. Selain itu, transparansi dalam menyelesaikan keluhan konsumen harus menjadi prioritas agar kepercayaan terhadap platform tetap terjaga.
Keamanan transaksi e-commerce bukan hanya tanggung jawab platform, tetapi juga kolaborasi dengan konsumen dan pemerintah. Dengan langkah-langkah strategis dan kebijakan yang jelas, penipuan dapat diminimalisir, kepercayaan konsumen meningkat, dan reputasi platform tetap terjaga. Transformasi ini akan menciptakan ekosistem belanja online yang lebih aman, transparan, dan mendukung perkembangan ekonomi digital.
*) Penulis adalah Veline Graciella Lim, Mahasiswi Universitas Ciputra Surabaya.