Penulis: Sidik Hadi Suwito,SIK, M.Si*

Fenomena perempuan dalam konteks terorisme telah menarik perhatian banyak pihak akhir-akhir ini. Dalam beberapa tahun terakhir, kita telah melihat peningkatan jumlah perempuan yang terlibat dalam kelompok terorisme, baik sebagai pelaku utama maupun sebagai korban. Terdapat argumentasi yang kuat di kedua sisi perdebatan ini: apakah perempuan yang terlibat dalam terorisme lebih sering menjadi korban ataukah mereka berperan sebagai pelaku aktif yang memiliki peran strategis dan signifikan? Dalam opini ini, kita akan menjelajahi kedua perspektif tersebut serta menyoroti perlunya adanya treatmen khusus untuk perempuan dalam konteks ini.

Dari satu sisi, ada argumen yang menekankan bahwa banyak perempuan yang terlibat dalam dunia terorisme adalah korban. Mereka sering kali terjebak dalam situasi yang sulit dan tidak memiliki pilihan, dan terorisme dapat dilihat sebagai hasil dari berbagai faktor sosial, ekonomi, dan politik yang menekan. Dalam banyak kasus, perempuan direkrut oleh kelompok teroris melalui cara manipulatif, seperti janji akan perlindungan, kekuasaan, atau bahkan dukungan ekonomi.

Misalnya, dalam konteks konflik bersenjata di berbagai negara, perempuan sering kali menjadi target kekerasan seksual dan pelecehan. Ketika mereka menjadi janda atau kehilangan anggota keluarga yang terbunuh dalam konflik, mereka mungkin merasa terpaksa untuk bergabung dengan kelompok teroris sebagai cara untuk mendapatkan perlindungan atau dukungan. Dalam hal ini, perempuan bukanlah pelaku, melainkan korban yang terpaksa terlibat demi kelangsungan hidup mereka dan keluarga.

Namun, di sisi lain, ada bukti yang menunjukkan bahwa perempuan juga berperan aktif sebagai pelaku dalam terorisme. Mereka tidak hanya menjadi anggota pasif, melainkan sering kali berperan dalam perencanaan, perekrutan anggota baru, dan bahkan dalam aksi-aksi kekerasan itu sendiri. Contoh yang mencolok adalah keterlibatan perempuan dalam ISIS, di mana mereka tidak hanya berperan sebagai istri atau ibu, tetapi juga sebagai pelaku aktif yang terlibat dalam berbagai aktivitas teroris.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa perempuan dalam kelompok teroris sering kali memiliki peran yang strategis, terutama dalam hal propaganda dan perekrutan. Mereka dapat lebih mudah menarik simpati dan keterlibatan orang lain karena dianggap lebih lemah dalam pandangan masyarakat. Dengan demikian, memahami peran perempuan dalam terorisme hanya sebagai korban dapat mengabaikan kompleksitas dan dinamika yang ada di dalam kelompok tersebut.

perempuan dalam konteks terorisme memainkan peran yang kompleks, baik sebagai korban maupun sebagai pelaku. Pemahaman yang lebih dalam tentang peran ini sangat penting untuk merumuskan strategi pencegahan dan penanganan yang lebih efektif. Dengan memberikan treatmen khusus dan mempertimbangkan kebutuhan serta perspektif perempuan, kita dapat menciptakan pendekatan yang lebih komprehensif dalam menghadapi tantangan terorisme global. Pemberdayaan perempuan dalam proses ini tidak hanya akan menguntungkan individu tetapi juga masyarakat secara keseluruhan dalam upaya membangun dunia yang lebih aman dan berkeadilan.

***

*) Penulis adalah Mahasiswa Program Doktoral STIK

**) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi radarbaru.com