Penulis : Annisyah Nur Hidayah*

Syirik, salah satu contoh dosa besar dalam Islam yang memiliki konsekuensi signifikan pada dimensi psikologi dan spiritual. Artikel ini dibuat dengan tujuan untuk menjelaskan definisi syirik dalam Islam, pengaruh syirik pada kesehatan mental, dan bagaimana prinsip psikologis dapat digunakan untuk menghindari syirik dalam kehidupan sehari-hari. Dengan mengintegrasikan perspektif teologis dan psikologis, diharapkan dapat memberikan pemahaman yang komprehensif tentang pentingnya menjaga tauhid.

Dalam Islam, syirik merupakan tindakan menyekutukan Allah dengan sesuatu yang lain, baik dalam bentuk ibadah, keyakinan, maupun perbuatan. Menurut Al-Qur’an, syirik adalah dosa yang tidak dapat diampuni jika pelakunya tidak bertaubat sebelum meninggal dunia. Selain aspek teologis, syirik juga memiliki dampak pada kesehatan mental individu. Kebingungan, ketakutan, dan emosi yang tidak stabil dapat muncul karena bergantung pada sesuatu selain Allah. Artikel ini mencoba menjelaskan korelasi antara syirik dengan ilmu psikologi, serta bagaimana mencegahnya dalam kehidupan sehari-hari.

Definisi dan Klasifikasi Syirik

Syirik adalah salah satu dosa terbesar dalam Islam yang berarti menyekutukan Allah dengan sesuatu selain-Nya. Dalam Al-Qur’an, Allah berfirman: “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni dosa yang selain itu bagi siapa yang Dia kehendaki. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar” (QS. An-Nisa: 48). Syirik tidak hanya berimplikasi pada dimensi teologis, tetapi juga membawa dampak psikologis yang signifikan bagi individu maupun masyarakat.

Secara etimologis, “Syirik” berasal dari Bahasa Arab “syarika”, yang berarti “persekutuan” atau “menyekutukan”. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) syirik didefinisikan sebagai menyekutukan Allah dengan sesuatu yang lain, seperti menyembah patung atau benda keramat. Syirik dalam agama mencakup segala bentuk pengakuan atau keyakinan bahwa ada kekuatan lain selain Allah yang dapat mempengaruhi kehidupan orang.

Dalam Tafsir al-Misbah karya M Quraish Shihab dijelaskan bahwa syirik adalah tindakan menyekutukan Allah dengan sesuatu yang lain, yang menunjukkan ketidakpuasan terhadap keesaan-Nya. Ia menekankan bahwa Allah telah menciptakan manusia dengan potensi untuk mengenal-Nya dan memenuhi tuntutan-Nya, sehingga memilih untuk melakukan syirik adalah sebuah keputusan yang sangat serius dan berbahaya.

syirik diklasifikasikan menjadi 2 jenis, yaitu syirik besar (syirik akbar) dan syirik kecil (syirik asghar). Syirik besar melibatkan penyekutuan Allah secara langsung, seperti menyembah berhala atau menganggap makhluk sebagai tuhan. Syirik kecil, di sisi lain, seringkali lebih halus, seperti riya atau meminta pengakuan manusia dalam ibadah.

Dalam Islam, konsep tauhid adalah keyakinan akan keesaan Allah, yang menjadi landasan utama untuk menghindari perbuatan syirik. Tauhid tidak hanya menyatukan hubungan manusia dengan Tuhannya tetapi juga menciptakan ketenangan jiwa. Dalam hal ini, syirik menjadi ancaman terhadap keutuhan tauhid, yang menyebabkan kekosongan spiritual dan emosional.

Korelasi Syirik dengan Ilmu Psikologi

Dalam perspektif psikologi, syirik dapat dipandang sebagai psikopatologi atau gangguan kepribadian. Menurut Abdul Mujib (2005), orang yang melakukan syirik sering mengalami kesulitan untuk mengintegrasikan kepribadian mereka. Mereka merasa tertekan dan terjebak dalam ketergantungan pada hal-hal yang mereka puja, yang dapat menyebabkan kecemasan dan gangguan obsesif-kompulsif.

Psikologi sebagai ilmu yang mempelajari perilaku dan proses mental manusia dapat membantu memahami dampak syirik terhadap kesejahteraan individu, seperti :

  1. Gangguan Emosional: Orang-orang yang melakukan syirik sering mengalami gangguan emosional. Perasaan cemas dan tidak berdaya dapat disebabkan oleh ketergantungan pada objek pemujaan. Hal ini mirip dengan gangguan obsesif-kompulsif, di mana individu merasa terpaksa melakukan ritual tertentu untuk meredakan kecemasan
  2. Krisis Identitas : Individu yang terjebak dalam syirik sering kehilangan kejelasan tentang identitas dirinya sebagai hamba Allah. Ketergantungan pada hal-hal duniawi mengaburkan pemahaman mereka tentang tujuan hidup sejati.
  3. Kehilangan Ketenangan Jiwa: Keyakinan yang teguh pada tauhid membuat seseorang tenang karena mereka percaya bahwa Allah mengendalikan segala sesuatu. Sebaliknya, syirik menyebabkan keresahan karena berharap pada sesuatu yang tidak memiliki kekuatan nyata atau kekuasaan hakiki.

Syirik dalam Kehidupan Modern

Meskipun syirik sering diasosiasikan dengan penyembahan berhala, bentuk syirik modern lebih subtil dan sulit dikenali. Contohnya seperti :

  1. Materialisme: Banyak orang di zaman sekarang menganggap kekayaan dan barang-barang materi sebagai sumber kebahagiaan mereka. Ketergantungan ini mengarah pada syirik, dimana materi dianggap lebih penting daripada nilai-nilai spiritual.
  2. Kultus Individu: Mengagungkan tokoh masyarakat atau selebritas seringkali merupakan bentuk syirik yang tidak disadari. individu cenderung menaruh harapan pada orang-orang tersebut, bukan kepada Allah.
  3. Ramalan dan Praktik Supranatural: Fenomena live cek khodam atau bahkan ramalan, seperti fengshui atau zodiak, yang bertentangan dengan ajaran Islam dan merupakan salah satu contoh syirik kontemporer tanpa disadari pelakunya.

Pendekatan Psikologi untuk Mengatasi Syirik

Untuk mengatasi syirik, pendekatan psikologi dapat digunakan untuk membantu individu memahami dan mengubah pola pikir serta perilaku yang salah. Beberapa pendekatan yang relevan adalah :

  1. Pendidikan Tauhid : Mengajarkan pentingnya tauhid sebagai dasar keyakinan. Pendidikan ini harus dimulai sejak dini untuk membentuk pola pikir yang benar.
  2. Terapi Kognitif : Membantu individu mengidentifikasi keyakinan yang salah dan menggantinya dengan keyakinan yang sesuai dengan prinsip tauhid. Contohnya, seseorang yang percaya pada benda-benda “keramat” dapat diarahkan untuk memahami bahwa hanya Allah yang memiliki kuasa.
  3. Psikoterapi Islam: Metode ini menggabungkan psikoterapi dengan nilai-nilai Islam. Misalnya, menggunakan ruqyah sebagai terapi spiritual dapat membantu orang yang mengalami gangguan mental yang disebabkan oleh syirik. Ruqyah memperkuat iman dan kepercayaan kepada Allah selain sebagai pengobatan fisik.
  4. Konseling Spiritual : Metode ini menggunakan nilai-nilai agama untuk memberikan bimbingan spiritual dan membantu orang mengatasi masalah psikologis. Pasien yang mengalami gangguan kesehatan mental yang disebabkan oleh syirik telah menunjukkan hasil positif dari terapi ruqyah dan konselor spiritual.
  5. Pengembangan Kecerdasan Spiritual : Psikologi modern mengakui pentingnya kecerdasan spiritual dalam menjaga keseimbangan mental. Kecerdasan ini dapat dikembangkan melalui ibadah, doa, dan refleksi diri.

Implementasi dalam Kehidupan Sehari-Hari

Untuk menghindari syirik, pendekatan integratif antara prinsip Islam dan ilmu psikologi dapat diterapkan dengan beberapa langkah yang bisa dilakukan, seperti:

  1. Memperkuat Tauhid: Langkah pertama untuk menghindari syirik adalah mempelajari dan memahami konsep tauhid secara mendalam.
  2. Meningkatkan Kesadaran Diri: Dalam psikologi, kesadaran diri adalah ketika seseorang mengenali keyakinan dan tindakan yang tidak sehat dan menyandarkan diri kepada Allah. Refleks rutin mengenai niat dan tindakan membantu individu untuk menghindari dosa kecil seperti riya.
  3. Mengelola Ketakutan dan Kecemasan: Pendekatan kognitif, seperti mengubah pikiran irasional dengan pemahaman yang benar tentang kekuasaan Allah, dapat membantu mengatasi ketakutan yang berlebihan. Selain itu, membaca doa dan dzikir dapat menenangkan.
  4. Hindari Praktik-Praktik yang Berpotensi Menjadi Syirik: Sangat penting untuk menghindari kebiasaan seperti menggunakan jimat, percaya pada ramalan, atau mencari perantara selain Allah. Berkonsultasilah dengan ulama atau ahli agama jika merasa ragu terhadap sesuatu.

Kesimpulan

Syirik adalah jenis pelanggaran tauhid yang memiliki konsekuensi teologis dan psikologis yang signifikan. Psikologis memandang syirik sebagai keduniawian spiritual yang dapat menyebabkan stres emosional, kehilangan identitas, dan kehilangan ketenangan jiwa. Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan strategi yang luas yang mencakup dukungan sosial, terapi kognitif, pendidikan tauhid, dan pengembangan kecerdasan spiritual.Sebagai orang yang beriman, penting bagi kita untuk selalu menjaga tauhid kita murni dan menghindari segala bentuk syirik, baik yang terlihat maupun yang tidak terlihat. Oleh karena itu, kita tidak hanya mendekatkan diri kepada Allah, tetapi juga mencapai keharmonisan dan kedamaian dalam menjalani kehidupan.

***

*) Penulis adalah Mahasiswa Psikologi Universitas Ahmad Dahlan

**) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi radarbaru.com