Penulis : Bintang Sandi Putri*

Krisis harga pangan telah menjadi masalah yang berulang-ualng terjadi di Indonesia dan memengaruhi jutaan masyarakat, terutama golongan masyarakat menengah ke bawah. Pangan menjadi kebutuhan dasar manusia yang tidak dapat tergantikan, dengan adanya ketersediaan pangan yang cukup, aman dan bergizi merupakan pilar yang utama untuk mendukung produktivitas, Kesehatan serta kesejahteraan masyarakat. Dengan adanya krisis harga pangan, dampak yang terjadi tidak hanya dirasakan pada level individu tetapi juga dampaknya terjadi pada sektor ekonomi dan sosial.

Tantangan krisis harga pangan ini semakin kompleks dengan adanya kombinasi antara faktor lokal dan global seperti volatilitas harga pangan strategis seperti beras, minyak goreng, dan cabai yang menunjukkan fluktuasi tinggi dalam beberapa tahun terakhir. Naik-turunnya harga pangan ini disebabkan oleh ketidakseimbangan pasokan dengan permintaan, terutama pada saat-saat tertentu musim panen yang tidak menentu.

Waktu panen yang tidak menentu bisa terjadi karena adanya dampak dari perubahan iklim. Seperti pada tahun ini, angka produksi padi nasional turun hingga 3.75% dibandingkan dengan 2 tahun lalu akibat dari perubahan iklim yang ekstrim. Dan penurunan terbesar terjadi di provinsi penghasil padi utama di Indonesia.

Penyebab lainnya karena ketergantungan impor, dimana kebijakan impor pangan saat ini selalu menjadi solusi jangka pendek. Yang pada akhirnya memperburuk ketidak stabilan yang terjadi. Di sisi lain, inflasi juga menjadi penyebab krisis harga pangan yang terjadi. Daya beli masyarakat terutama masyarakat menengah ke bawah yang pengeluaran utamanya untuk pangan jadi menurun karena adanya inflasi pangan. Hal ini semakin memperkuat tingkat kemiskinan dan ketidak amanan yang ada.

Dampak nyata dari krisis harga pangan selalu dirasakan secara langsung oleh masyarakat kecil. Kenaikan harga pangan yang sering kali naik tidak selalu diikuti oleh kenaikan pendapatan masyarakat kecil, yang menyebabkan meningkatnya kemiskinan di pedesaan terutama masyarakat yang berprofesi sebagai petani.

Krisis harga pangan tidak hanya memengaruhi status ekonomi juga sosial. Dampak dari krisis harga pangan juga menerpa keterbatasan terpenuhinya gizi anak-anak, utamanya bagi keluarga yang tidak memiliki kesempatan untuk mengakses produksi pangan mandiri. Lagi dan lagi dampak dari krisis pangan yang terjadi di Indonesia terjadi pada masyarakat kecil yang tidak memiliki kekuatan atas kekuasaan dirinya sendiri.

Krisis pangan tidak hanya mempengaruhi secara nasional, tetapi dampaknya juga sangat tergantung pada kondisi lokal. Di beberapa daerah, seperti di Indonesia Timur, dampak krisis pangan bisa lebih parah karena keterbatasan infrastruktur dan aksesibilitas pangan yang lebih rendah. Oleh karena itu, penanganan kebijakan harus mempertimbangkan keberagaman kebutuhan di tiap wilayah, dengan pendekatan yang lebih terdesentralisasi dan responsif terhadap kebutuhan lokal.

Perlu adanya kebijakan baru yang dilakukan oleh pemerintah dalam mengahadapi krisis harga pangan yang terjadi terus-menerus di negri ini. Beberapa kebijakan yang bisa dilakukan seperti menguatkan mekanisme stabilitas harga dengan meningkatkan Cadangan pangan strategis untuk mengarangi naik-turun harga pasar secara drastis.

Pemerintah juga bisa memulai investasi pada infrastruktur pertanian, yang mana bisa dimulai dengan irigasi juga subsidi benih. Dengan melakukan investasi ini, pemerintah bisa meningkatkan produktivitas petani di Indonesia dan mengurangi kegiatan impor dengan terjaganya sumber stabilitas pangan. Ketergantungan impor yang menyebabkan krisis seharusnya bisa pertimbangkan dan dikurangi untuk memajukan kesejahteraan produk pertanian lokal.

Pemerintah seharusnya lebih fokus pada kebijakan yang tidak hanya mengandalkan impor sebagai penopang stabilitas harga, tetapi juga memberikan insentif kepada petani lokal untuk meningkatkan kapasitas produksi mereka melalui teknologi pertanian yang lebih efisien dan ramah lingkungan. Selain itu, investasi dalam infrastruktur penyimpanan pangan yang lebih baik untuk mengurangi pemborosan hasil pertanian juga bisa menjadi solusi jangka panjang yang lebih berkelanjutan.

Kebijakan lainnya, pemerintah juga bisa meningkatkan ketahanan pangan lokal dengan mendorong diversifikasi konsumsi pangan masyarakat dalam upaya mengurangi ketergantungan pada beras. Indonesia memiliki beragam bahan pangan seperti jagung, kentang juga gandum yang bisa digunakan sebagai alternatif bahan pangan utama selain beras. kebijakan-kebijakan yang diusulkan mungkin akan kesulitan untuk dilaksanakan secara efektif. Pemerintah perlu merumuskan program yang lebih terukur dan mendetail, serta melibatkan berbagai pihak, baik pemerintah daerah, sektor swasta, maupun masyarakat, dalam implementasi solusi-solusi ini.

* Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa