Penulis: Dinda Adistiara Anggraeni*

Bahasa ialah cerminan budaya serta wadah komunikasi yang terus tumbuh. Salah satu bentuk evolusi bahasa yang paling mencolok di era modern ini ialah fenomena bahasa gaul. Di kehidupan sehari-hari, fenomena bahasa gaul menjadi salah satu bentuk dinamika kebahasaan yang menarik. Bahasa gaul biasanya digunakan oleh generasi muda dalam mengekspesikan diri, namun terkadang bahasa gaul dianggap mengubah makna asli bahasa.

Bahasa gaul sering digunakan di generasi muda untuk menghadirkan istilah baru yang kreatif dalam keadaan terkini. Namun, kehadiran memicu perdebatan apakah bahasa gaul hanya merusak makna serta tatanan bahasa baku, atau memberikan napas baru dalam menghidupkan bahasa?

Bahasa Gaul serta Perubahan Makna 

Fenomena bahasa gaul bukan hanya sebagai linguistik suatu bangsa.  Setiap generasi mempunyai cara unik dalam berkomunikasi dalam menghadirkan istilah atau memodifikasi bahasa untuk menyesuaikan gaya hidup. Bahasa gaul sering mengubah kata-kata dalam bahasa Indonesia standar. Kata seperti “gue” dan “lo”, dahulu hanya digunakan dalam lingkup tertentu, namun sekarang menjadi percakapan sehari-hari serta mencerminkan pengalaman khas generasi tertentu.

Bahasa gaul menjadi suatu identitas kelompok sekaligus alat dalam menandai perbedaan antara generasi muda serta generasi sebelumnya. Kreativitas melihat bahwa bahasa sebagai sesuatu yang dinamis, serta bergerak mengikuti kebutuhan penggunanya.

Fenomena ini kerap membuat sebagian pihak khawatir bahwa bahasa gaul dapat merusak struktur atau makna asli bahasa Indonesia. Kata-kata baru sering kali tidak mengikuti aturan tata bahasa yang baku, sehingga dikhawatirkan generasi muda kehilangan kemampuan dalam menggunakan bahasa yang sesuai dengan konteks formal.

Dampak Bahasa Gaul dalam Bahasa Baku

Meskipun kreatif, bahasa gaul digunakan dalam memicu kekhawatiran. Beberapa pihak menilai bahwa bahasa gaul menjadi kaidah tata bahasa, merusak ejaan, serta mengubah suatu makna kata. Sebagai umpamanya, penggunaan istilah asing seperti “flexing” yang lebih popular dibandingkan dalam bahasa Indonesia yang dapat melemahkan daya tarik kosa kata lokal.

Fenomena ini mengkhawatirkan, membuat generasi muda hilang dalam kemampuan untuk menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar, terutama dalam situasi formal. Ketika bahasa gaul mendominasi, terdapat risiko bahwa keterampilan menulis, berbicara, serta berpikir dalam bahasa baku semakin terpinggirkan.

Peran Media Sosial dalam Penyebaran Bahasa Gaul

Keberadaan media sosial berperan dalam penyebaran bahasa gaul. Dengan platform seperti TikTok, Instagram, serta Twitter, istilah baru dapat menyebar dengan cepat ke berbagai daerah bahkan lintas negara. Kata-kata seperti “FYP, “Spill” menjadi tren nasional. Namun, dominasi istilah-istilah dalam bahasa gaul menjadi pertanyaan dalam memperkaya bahasa Indonesia atau membuat semakin menjauh dari akar budaya sendiri.

Keseimbangan yang Ditemukan dalam Bahasa Gaul

Bahasa gaul menjadi bagian dari dinamika budaya yang tidak bisa dihindari. Penggunaannya perlu diarahkan agar tidak menggeser pentingnya bahasa Indonesia baku dalam keadaan formal. Pendidikan bahasa yang baik harus mengajarkan generasi muda dalam mengenali konteks penggunaan bahasa. Dalam situasi santai, bahasa gaul ialah bentuk kreativitas, tetapi dalam konteks resmi, bahasa baku tetap menjadi pilihan utama.

Bukan hanya pemerintah saja lembaga bahasa dapat memanfaatkan fenomena bahasa gaul dalam mempopulerkan kosakata baru yang sesuai dengan kaidah, sehingga kreativitas berbahasa tetap selaras dengan pelestarian budaya.

Bahasa gaul kini menjadi bukti bahwa bahasa Indonesia masih hidup serta tumbuh sesuai dengan kebutuhan penggunannya. Alih-alih dianggap merusak, fenomena ini menjadi peluang dalam memperkaya bahasa Indonesia, asalkan digunakan secara bijak serta kontekstual. Dengan cara ini, bahasa Indonesia tetap relevan serta dinamis tanpa kehilangan identitas budayanya.

*Penulis adalah Mahasiswa Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Ilmu Komunikasi