Penulis: Baiti Rahma*
Kalimantan Selatan, provinsi dengan luas 3,7 juta hektar yang memiliki potensi lahan pertanian yang signifikan, masih menghadapi berbagai tantangan dalam pencapaian ketahanan pangan. Di tengah berbagai program pembangunan pertanian yang telah dan sedang dijalankan, satu faktor krusial yang sering luput dari perhatian namun sangat menentukan keberhasilan adalah komitmen otoritas. Artikel ini menyoroti urgensi komitmen otoritas sebagai fondasi utama dalam akselerasi pembangunan pertanian di Kalimantan Selatan.
Esensi Komitmen Otoritas dalam Pembangunan Pertanian
Komitmen otoritas merupakan kesungguhan dan konsistensi pemangku kebijakan dalam merencanakan, mengimplementasikan, dan mengevaluasi program-program pembangunan pertanian. Di Kalimantan Selatan, komitmen otoritas menjadi faktor determinan yang menentukan apakah potensi pertanian dapat dioptimalkan secara berkelanjutan atau hanya menjadi wacana yang tidak pernah terealisasi dengan optimal.
Dalam konteks otonomi daerah, pemerintah provinsi dan kabupaten/kota di Kalimantan Selatan memiliki kewenangan yang luas dalam menentukan arah kebijakan pertanian di wilayahnya. Namun, kewenangan ini seringkali tidak dibarengi dengan komitmen yang kuat. Hal ini tercermin dari beberapa indikator yang menunjukkan masih lemahnya komitmen otoritas pertanian di Kalimantan Selatan.
Paradoks Komitmen Otoritas di Kalsel: Antara Retorika dan Realita
Komitmen otoritas dalam pembangunan pertanian di Kalimantan Selatan seringkali menghadapi paradoks antara retorika kebijakan dan implementasi di lapangan. Secara retorika, pemerintah provinsi telah mencanangkan berbagai program unggulan seperti Gerakan Pengelolaan Terpadu Lahan Rawa (GELAR) yang bertujuan mengoptimalkan potensi lahan rawa untuk pertanian. Namun, realitas di lapangan menunjukkan bahwa implementasi program tersebut masih jauh dari optimal.
Data Dinas Pertanian Kalimantan Selatan (2023) menunjukkan bahwa dari target pengembangan 50.000 hektar lahan rawa untuk pertanian dalam periode 2021-2025, hingga tahun 2023 baru terealisasi sekitar 12.000 hektar atau 24%. Angka ini mengindikasikan adanya kesenjangan antara target ambisius dan realisasi di lapangan yang mencerminkan komitmen otoritas yang belum maksimal.
Selain itu, proporsi anggaran untuk sektor pertanian dalam APBD Kalimantan Selatan mengalami fluktuasi yang signifikan. Pada tahun 2021, anggaran untuk Dinas Pertanian mencapai 3,2% dari total APBD, namun menurun menjadi 2,1% pada tahun 2023. Penurunan ini mengindikasikan bahwa komitmen otoritas dalam bentuk dukungan finansial masih belum konsisten dan cenderung dipengaruhi oleh dinamika politik dan ekonomi sesaat.
Manifestasi Lemahnya Komitmen Otoritas dalam Kebijakan Pertanian
Komitmen otoritas yang lemah termanifestasi dalam beberapa aspek kebijakan pertanian di Kalimantan Selatan. Pertama, inkonsistensi kebijakan yang terlihat dari seringnya perubahan prioritas program pertanian tanpa evaluasi komprehensif program sebelumnya. Sebagai contoh, program intensifikasi padi di lahan rawa yang telah diinisiasi sejak 2018 mengalami perubahan orientasi menjadi program diversifikasi komoditas pada 2021, kemudian kembali berubah fokus pada 2022 menjadi program hilirisasi pertanian. Inkonsistensi ini mencerminkan lemahnya komitmen otoritas dalam mempertahankan arah kebijakan yang telah ditetapkan.
Kedua, lemahnya koordinasi antar-lembaga pemerintah yang berdampak pada tumpang tindihnya program pertanian. Studi yang dilakukan oleh Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa (2022) mengidentifikasi adanya duplikasi program serupa yang dijalankan oleh Dinas Pertanian, Dinas Ketahanan Pangan, dan Dinas Perkebunan di beberapa kabupaten di Kalimantan Selatan. Duplikasi ini menunjukkan belum adanya komitmen bersama dalam mengintegrasikan program-program pertanian untuk efisiensi dan efektivitas pencapaian target.
Ketiga, minimnya tindak lanjut dari kebijakan yang telah ditetapkan. Program regenerasi petani yang dicanangkan sejak 2019 melalui Peraturan Gubernur No. 14/2019 tentang Pengembangan Petani Milenial Kalimantan Selatan belum diimplementasikan secara sistematis. Hingga 2023, belum ada mekanisme insentif yang jelas bagi pemuda yang ingin terjun ke sektor pertanian sebagaimana diamanatkan dalam peraturan tersebut.
Tantangan Memperkuat Komitmen Otoritas
Memperkuat komitmen otoritas dalam pembangunan pertanian di Kalimantan Selatan menghadapi beberapa tantangan signifikan. Pertama, ego sektoral yang masih kuat di antara instansi pemerintah. Setiap dinas cenderung mempertahankan program unggulannya sendiri tanpa berupaya mengintegrasikan dengan program dinas lain yang terkait. Ego sektoral ini mengakibatkan fragmentasi kebijakan pertanian yang berujung pada inefisiensi penggunaan sumber daya dan pencapaian hasil yang tidak optimal.
Kedua, pengaruh siklus politik terhadap kebijakan pertanian. Pergantian kepemimpinan seringkali diikuti dengan perubahan prioritas program, termasuk di sektor pertanian. Program yang telah diinisiasi oleh kepemimpinan sebelumnya seringkali tidak dilanjutkan oleh kepemimpinan baru karena ingin menonjolkan program yang berbeda. Fenomena ini terlihat dari beberapa program unggulan seperti “Kalsel Mapan” (Mandiri Pangan) yang sempat menjadi program andalan pada periode 2016-2021, namun intensitasnya menurun signifikan pada periode kepemimpinan berikutnya.
Ketiga, kapasitas birokrasi yang belum memadai dalam mengimplementasikan kebijakan pertanian secara konsisten. Studi oleh Tim Peneliti Universitas Lambung Mangkurat (2023) mengidentifikasi masih rendahnya pemahaman aparatur daerah terhadap substansi kebijakan pertanian, sehingga implementasi di lapangan seringkali berbeda dengan desain kebijakan yang telah ditetapkan.
Strategi Penguatan Komitmen Otoritas
Menghadapi berbagai tantangan tersebut, diperlukan strategi sistematis untuk memperkuat komitmen otoritas dalam pembangunan pertanian di Kalimantan Selatan. Pertama, formalisasi komitmen melalui instrumen hukum yang mengikat. Peraturan Daerah (Perda) tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani yang mencakup aspek pembiayaan, infrastruktur, dan teknologi perlu segera disahkan untuk menjamin konsistensi kebijakan pertanian lintas periode kepemimpinan.
Kedua, institusionalisasi forum koordinasi lintas sektor yang memiliki wewenang dalam perencanaan dan implementasi program pertanian terpadu. Forum ini harus melibatkan tidak hanya instansi pemerintah, tetapi juga akademisi, petani, dan sektor swasta untuk memastikan adanya check and balance dalam pengambilan kebijakan.
Ketiga, penguatan sistem monitoring dan evaluasi kebijakan pertanian berbasis data dan teknologi. Pengembangan dashboard pemantauan implementasi program pertanian yang dapat diakses publik akan mendorong akuntabilitas dan transparansi kebijakan, sekaligus memperkuat komitmen otoritas karena adanya pengawasan publik.
Keempat, pengembangan sistem insentif dan disinsentif bagi aparatur pemerintah yang berhasil atau gagal dalam mengimplementasikan kebijakan pertanian sesuai target. Sistem reward and punishment ini akan menjadi pendorong bagi aparatur untuk menjaga konsistensi implementasi kebijakan pertanian di lapangan.
Kesimpulan
Komitmen otoritas merupakan faktor fundamental dalam keberhasilan pembangunan pertanian di Kalimantan Selatan. Tanpa komitmen yang kuat dari para pemangku kebijakan, berbagai program pertanian hanya akan menjadi dokumen tanpa implementasi yang bermakna. Penguatan komitmen otoritas membutuhkan pendekatan sistemik yang mencakup aspek regulasi, kelembagaan, kapasitas SDM, dan sistem insentif yang tepat.
Dengan komitmen otoritas yang kuat dan konsisten, potensi pertanian Kalimantan Selatan dapat dioptimalkan untuk mewujudkan ketahanan pangan yang berkelanjutan dan mensejahterakan petani. Pada akhirnya, komitmen otoritas bukan sekadar slogan atau retorika politik, melainkan manifestasi tanggung jawab pemerintah terhadap masa depan pertanian dan kesejahteraan masyarakat di Kalimantan Selatan.
Referensi:
Badan Pusat Statistik Kalimantan Selatan. (2023). Kalimantan Selatan dalam Angka 2023. BPS Provinsi Kalimantan Selatan.
Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa. (2022). Laporan Kajian Evaluasi Program Pertanian Lahan Rawa di Kalimantan Selatan. Balittra Kementan.
Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kalimantan Selatan. (2023). Laporan Tahunan Dinas Pertanian Provinsi Kalimantan Selatan 2022. Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan.
Hidayat, T., & Ridwan, M. (2023). Analisis Kebijakan Pertanian di Era Otonomi Daerah: Studi Kasus Kalimantan Selatan. Jurnal Administrasi Publik, 11(2), 87-104.
Kementerian Pertanian RI. (2023). Statistik Pertanian 2023. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian.
Noor, M., & Alwi, M. (2022). Potensi dan Tantangan Pengembangan Pertanian Lahan Rawa di Kalimantan Selatan. Jurnal Penelitian Pertanian Lahan Rawa, 7(1), 15-31.
Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan. (2021). Peraturan Gubernur No. 14/2019 tentang Pengembangan Petani Milenial Kalimantan Selatan. Sekretariat Daerah Provinsi Kalimantan Selatan.
Tim Peneliti Universitas Lambung Mangkurat. (2023). Studi Evaluasi Implementasi Kebijakan Pertanian di Kalimantan Selatan 2018-2022. LPPM Universitas Lambung Mangkurat.
***
*) Penulis adalah Mahasiswa Magister Ekonomi Pertanian Universitas Lambung Mangkurat
**) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi radarbaru.com