Kupang, radarbaru.com – Pulau Semau, sebagai salah satu daerah kepulauan strategis di Nusa Tenggara Timur, menunjukkan potensi kuat dalam pengembangan energi baru dan terbarukan, khususnya tenaga surya. Saat ini, sistem kelistrikan di Semau masih didominasi oleh pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD), namun proyeksi jangka menengah hingga tahun 2030 mengindikasikan pergeseran signifikan menuju energi bersih.

Hingga tahun 2024, total kebutuhan energi Pulau Semau tercatat sekitar 8,75 GWh, seluruhnya dipenuhi oleh PLTD. Seiring pertumbuhan penduduk dan rencana pengembangan sektor industri, terutama dengan masuknya pabrik garam berkapasitas 1 MW pada tahun 2026, beban sistem diproyeksikan meningkat menjadi 9,46 GWh. Untuk mendukung kebutuhan tersebut, sistem direncanakan diperkuat dengan penambahan PLTS 400 kWp dan sistem penyimpanan energi (BESS), yang secara langsung berkontribusi menurunkan emisi CO₂ hingga 15%.

PLTD Semau. (Foto: Dok/Ist).

Lebih jauh, dalam roadmap pengembangan hingga 2030, kebutuhan energi diperkirakan naik menjadi 11,94 GWh. Penambahan PLTS hingga 800 kWp disiapkan untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar minyak serta menstabilkan biaya operasional sistem kelistrikan.

Langkah ini sejalan dengan arah kebijakan nasional dalam Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN 2021–2030, yang menekankan transisi energi di daerah terpencil dan kepulauan. Langkah-langkah bertahap ini menunjukkan komitmen nyata dalam mendukung penyediaan listrik yang andal, ramah lingkungan, dan efisien biaya di wilayah perbatasan. Pulau Semau kini menjadi contoh konkret bagaimana integrasi energi surya dapat mengimbangi pertumbuhan beban dan menopang pengembangan ekonomi lokal secara berkelanjutan.

Tim Mahasiswa ITB yang beranggotakan Nugroho Bagus Wicaksono, Muhammad Rakha Sulthan Badawi, Yoga Kharisma dan Putri Komala Dewi  yang melakukan pra kajian kelayakan studi di Pulau Semau menyatakan bahwa pengembangan sistem PLTS menjadi langkah strategis untuk mendukung program transisi energi berkelanjutan, sekaligus menekan ketergantungan pada bahan bakar fosil dan menstabilkan biaya operasional kelistrikan di masa depan.