Maros, radarbaru.com – Mahasiswa Kuliah Kerja Nyata (KKN) Kebangsaan XIII Tahun 2025 yang diselenggarakan oleh Universitas Hasanuddin resmi melaksanakan program pengabdian masyarakat di berbagai desa di Sulawesi Selatan, salah satunya di Desa Bonto Matinggi, Kecamatan Tompobulu, Kabupaten Maros. Salah satu lokasi pengabdian adalah Dusun Pattenea, tempat sejumlah mahasiswa dari berbagai universitas di Indonesia menjalankan misi sosial, termasuk Fandi Noho, delegasi dari Universitas Negeri Gorontalo.
Kegiatan KKN ini menjadi bukti nyata kontribusi pemuda akademisi dalam menjawab langsung persoalan masyarakat desa, bukan sekadar menjadi pengamat, melainkan sebagai pelaku perubahan.
Selama dua pekan pertama pelaksanaan KKN Kebangsaan, mahasiswa melakukan observasi partisipatif dan identifikasi kebutuhan masyarakat. Dari hasil penjajakan tersebut, ditemukan tiga persoalan utama yang selama ini belum tertangani secara optimal.
- Tidak adanya peta wilayah di dusun patte’nea (maps) yang menyebabkan kebingungan baik bagi warga maupun pengunjung dalam mengenali batas dusun, jalur ke fasilitas publik, dan arah ke destinasi wisata.
- Minimnya papan petunjuk arah, yang menyulitkan akses ke tempat penting seperti masjid, sekolah, serta lokasi-lokasi wisata yang tersembunyi.
- Rendahnya kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga kebersihan lingkungan, yang berdampak langsung pada kesehatan warga serta potensi desa sebagai destinasi wisata berkelanjutan.
Kami Mahasiswa kemudian bergerak cepat dengan membuat peta desa secara mandiri, memasang papan petunjuk arah ke titik-titik strategis, dan melakukan sosialisasi pentingnya menjaga kebersihan lingkungan melalui pendekatan edukatif kepada warga, termasuk anak-anak dan remaja yang ada di dusun patte’nea.
Di balik tantangan tersebut, kami mahasiswa juga menemukan potensi besar yang selama ini belum tergarap. Dusun Pattenea menyimpan sumber daya alam dan warisan sejarah yang luar biasa, namun belum tersentuh promosi maupun pengelolaan. Ungkap Fandi Noho
Salah satu temuan paling penting adalah Gua Kelelawar, sebuah gua bersejarah yang menurut kesaksian warga Pak Jumaidi dan Pak Salman telah dikenal sejak tahun 1962. Gua ini dipercaya menjadi tempat persembunyian saat masa penjajahan dan pemberontakan di masa lampau, menjadikannya situs bersejarah yang memiliki nilai edukatif dan simbol perjuangan lokal & kini menjadi bagian dari warisan budaya yang patut dilestarikan.
“Gua ini dulu tempat orang-orang sembunyi waktu zaman susah, zaman penjajahan & pemberontakan. Tapi belum ada yang perhatikan,” ungkap PakJumaidi & Pak Salman, warga Pattenea.
Tak jauh dari gua tersebut, mahasiswa juga mendokumentasikan Pemandian Sapanna, kolam alami dengan air bersih yang mengalir di sela bebatuan karang khas wilayah karst Maros. Tempat ini biasa dimanfaatkan warga untuk mandi atau bersantai, dan menyimpan potensi besar sebagai wisata keluarga.

Lebih jauh, di Dusun Katoang, ditemukan Air Terjun Sapanna, yang memiliki daya tarik visual sangat kuat. Air terjun ini masih sangat alami, dikelilingi hutan, dan belum tersentuh infrastruktur wisata sama sekali. Jika dikembangkan dengan pendekatan berbasis komunitas dan konservasi, destinasi ini berpotensi menjadi salah satu magnet wisata alam di Kabupaten Maros.
Sebagai bentuk sinergi dan upaya membangun berkelanjutan, mahasiswa KKN Kebangsaan XIII Tahun 2025 di Dusun Pattenea berkolaborasi dengan mahasiswa KKN Kebangsaan yang ada di Dusun Katoang & KKN Tematik dari Universitas Hasanuddin, serta menggandeng pemerintah desa, tokoh masyarakat yang ada di desa Bonto Matinggi.
“KKN ini bukan sekadar program kampus. Ini adalah ruang belajar bersama antara mahasiswa dan masyarakat. Kami belajar dari desa, dan bersama-sama membangun desa,” tutur Fandi Noho, Delegasi UNG.
Dengan berjalannya berbagai program tersebut, kami mahasiswa berharap bahwa Dusun Pattenea dan Desa Bonto Matinggi secara keseluruhan dapat berkembang menjadi desa wisata yang dikenal luas secara nasional. Tidak hanya sebagai tujuan liburan, tapi sebagai contoh pengelolaan potensi lokal yang berbasis sejarah, budaya yang berkelanjutan.
“Potensi yang ada di desa ini luar biasa. Kami hanya memantik. Keberlanjutannya ada di tangan masyarakat dan pemerintah. Tapi kami siap terus mendukung dari mana pun,” tambah Fandi
Melalui KKN Kebangsaan XIII 2025 ini, mahasiswa Indonesia membuktikan bahwa membangun negeri bisa dimulai dari desa, dengan langkah kecil namun berdampak nyanyata untuk negeri. (Fandi Noho)