Penulis : Tri Nurlaila Sari
Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok kembali menarik perhatian publik usai memberikan pandangan mengenai Pilkada DKI Jakarta 2024. Dalam sebuah wawancara pada 25 November 2024 di Jakarta, Ahok membandingkan suasana politik tahun 2024 dengan Pilkada 2017 yang penuh kontroversi. “Sekarang lebih tenang, lebih dewasa,” ucapnya sambil tertawa, menyinggung perbedaan suasana politik.
Ahok, yang kini menjabat sebagai Komisaris Utama Pertamina, mengaku melihat perbedaan mencolok dalam dinamika politik Jakarta. Menurutnya, Pilkada 2017 yang penuh dengan isu SARA dan konflik sosial tidak lagi mendominasi percakapan politik di 2024. “Orang lebih fokus pada program dan solusi,” kata Ahok.
Dalam Pilkada 2017, Ahok yang kala itu menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta, menjadi pusat perhatian akibat kasus penodaan agama yang memicu gelombang demonstrasi besar-besaran. Kini, ia mengaku lega melihat persaingan politik yang lebih sehat di 2024.
Ahok juga menyoroti peran media sosial yang semakin dewasa. Pada 2017, media sosial menjadi alat penyebaran hoaks dan ujaran kebencian, sedangkan pada 2024, ia melihat warganet mulai kritis dan lebih selektif dalam menerima informasi. “Media sosial itu cermin masyarakat. Kalau kita bijak, dampaknya juga positif,” tambah Ahok.
Ketika ditanya mengenai calon-calon yang bertarung di Pilkada 2024, Ahok enggan memberikan dukungan spesifik. Namun, ia berharap pemimpin yang terpilih adalah sosok yang mampu melanjutkan pembangunan Jakarta dengan pendekatan yang inklusif. “Jakarta itu kota semua orang. Siapa pun yang memimpin harus merangkul semua, tanpa kecuali,” ujarnya.
Ahok juga menyinggung soal partisipasi masyarakat. Ia mengapresiasi peningkatan kesadaran warga Jakarta untuk terlibat aktif dalam Pilkada, baik sebagai pemilih maupun pengawas. “Kalau dulu banyak yang cuek, sekarang masyarakat lebih berani menyuarakan pendapat,” katanya.
Namun, Ahok tetap mengingatkan bahwa meskipun dinamika politik Jakarta semakin positif, potensi konflik tetap ada jika tidak dikelola dengan baik. Ia mencontohkan pentingnya peran pemerintah dan aparat hukum untuk menjaga netralitas, terutama dalam menangani isu sensitif.
Saya Tri sebagai mahasiswa Universitas Pamulang melihat pandangan Ahok sebagai refleksi penting dari perkembangan demokrasi di Indonesia, khususnya di Jakarta. Tahun 2017 menjadi salah satu momen paling kontroversial dalam sejarah Pilkada DKI, tetapi melihat 2024, ada harapan bahwa masyarakat mulai belajar dari masa lalu.
Namun, Saya juga menyadari bahwa kedewasaan politik yang diharapkan tidak bisa hanya datang dari masyarakat, tetapi juga dari para pemimpin dan partai politik. Jika semua pihak mampu menjaga integritas dan menjadikan program kerja sebagai fokus utama, Pilkada Jakarta 2024 dapat menjadi titik balik bagi demokrasi di ibu kota.
Saya sangat berharap pilkada kali ini tidak hanya menjadi ajang perebutan kekuasaan, tetapi juga momentum untuk menunjukkan kepada dunia bahwa Jakarta mampu menjadi teladan bagi kota-kota lain dalam menciptakan demokrasi yang inklusif, damai, dan beradab. Akankah harapan ini terwujud? Semua bergantung pada komitmen kita bersama.