Radar Baru, Surabaya – Universitas Surabaya (Ubaya) kembali punya cerita tentang mahasiswa yang berlari di arah berbeda dan memiliki fokus unik. Di kala mahasiswa semester akhir lainnya menyibukkan diri dengan penelitian berbentuk skripsi, mahasiswa ini berhasil mencatatkan namanya dalam 3 publikasi artikel penelitian di jurnal internasional bereputasi, dengan seluruhnya sebagai first-author tanpa publikasi berbayar! Namanya Marco Antonio Jose Yohanes, mahasiswa Program Studi Manajemen, Fakultas Bisnis dan Ekonomika (FBE) Ubaya. Sebelum toga wisuda dikenakan, pemuda asal Kabupaten Blora yang kerap disapa Marco ini sudah mengantongi tiga artikel di jurnal internasional terindeks Scopus, sebuah capaian yang bahkan belum tentu dicapai banyak dosen di Indonesia.
Yang terbaru, menurut informasi yang diterima redaksi, pada 7 November waktu Inggris, Marco mendapatkan decision letter dari Editor jurnal Tourism and Hospitality Research (THR), Dr. Viachaslau Filimonau dari University of Surrey, Inggris, bahwa naskah terbarunya resmi diterima untuk dipublikasikan. THR sendiri merupakan jurnal bereputasi tinggi yang dipublikasikan oleh SAGE di bidang pariwisata dan hospitaliti & ilmu sosial yang tercatat di Scopus dengan quartile Q1 (persentil 93%). Dalam decision letter yang diterima oleh pembimbing Marco, Bapak Bobby Ardiansyahmiraja M.MT., dikirimkan, terlihat bahwa judul yang diangkat Marco adalah “The ‘Three Cs’ of Food Influencers: An Examination of Characteristics, Closeness, and Content Attributes in Tourism”.
Dikonfirmasi dari penulis, naskah yang diterima ini terinspirasi dari kedua orang tua Marco yang sering mengikuti rekomendasi food vloggers atau yang sering disebut dengan foodies saat mengunjungi daerah atau kota baru. Fenomena ini menarik karena menciptakan pergeseran pembentukan opini dan menjadi paradigma baru dalam mempromosikan makanan, khususnya di tempat-tempat pariwisata. Marco menyoroti bahwa temuannya dapat sangat berguna bagi konteks Indonesia di mana kultur kulinernya sangat beragam dan tidak pernah henti menggoyang lidah bahkan hingga di kancah global. Selain itu, secara spesifik, Marco menekankan bahwa warung makan dan restoran hidden gem bisa mencari social media influencer yang sesuai dengan karakteristik sebagaimana terdapat dalam studinya untuk memperoleh intensi berkunjung dari para calon pelanggan. “Makan sekarang bukan hanya jadi keperluan bertahan hidup. Makan, terutama saat pelesir, sudah menjadi pengalaman unik, yang belakangan ini banyak dipengaruhi oleh social media influencers, dalam merekomendasikan secara jujur tempat-tempat menarik yang belum banyak diketahui. Tentu, ini menjadi langkah positif dalam meningkatkan pengalaman selama wisata sembari memunculkan kembali resep-resep unik dan cita rasa menarik yang tersimpan di setiap dapur nusantara.”, jelas Marco dalam wawancara. Ketika ditanya soal biaya, Marco menggarisbawahi bahwa publikasi ini tanpa biaya dan tidak ada biaya yang ditanggung pula oleh Ubaya sebagai kampus afiliasinya. Dipastikan oleh Marco, seluruh proses pengiriman hingga publikasi artikel di jurnal ini benar-benar gratis.
Sebelum publikasi di Scopus Q1, Marco telah membentuk karir akademisnya dengan mempublikasikan 2 artikelnya di jurnal Managing Sport and Leisure (Scopus Q2) dan Finance: Theory and Practice (Scopus Q3). Artikel Marco yang pertama tayang menyoroti, secara unik, bagaimana fans sepak bola di negara-negara non-Eropa dapat menjadi loyalis bagi klub-klub kenamaan seperti Manchester United, Real Madrid, hingga Barcelona. Sementara, sedikit berbeda bidang, Marco juga memberikan kontribusinya dalam penelitian jasa keuangan, khususnya menyoroti perdagangan saham, di mana terjadi peningkatan penggunaan aplikasi Stockbroker bagi investor saham Indonesia. Meski pokok bahasannya berbeda, Marco menyoroti bahwa mahasiswa Program Studi Manajemen di FBE UBAYA memang ditantang untuk dapat menguasai bidang-bidang yang berbeda mengikuti dinamisme dan keluasan dari ilmu Manajemen itu sendiri.
Didampingi dosen pembimbing Bobby Ardiansyahmiraja, Marco menyelesaikan riset-riset internasional ini dalam kurun waktu kurang lebih satu semester, sebelum kemudian masuk proses publikasi internasional yang cukup memakan waktu. Bagi Marco, riset menjadi cara membaca ulang fenomena sosial yang sangat dekat dengan kehidupan anak muda. Berbicara soal Scopus, Marco merasa bahwa Scopus seharusnya bukan ‘momok’ bagi siapapun, termasuk para dosen dan peneliti Indonesia. Justru, Scopus, sebagai lembaga indeksasi internasional, semestinya menjadi platform untuk menarik semakin banyak pembaca dari kalangan yang semakin luas terhadap artikel yang ditulis. Kendati begitu, Marco turut menyoroti bahwa peneliti-peneliti di Indonesia memang memerlukan perhatian ekstra dari berbagai stakeholders agar mampu menciptakan nilai lebih tinggi dari penelitian mereka, baik dalam proses pembuatan hingga penyebaran dampaknya.
Kisah Marco juga tidak bisa dilepaskan dari ekosistem yang dibangun Ubaya. Sebagai kampus yang mendorong publikasi ilmiah yang bergengsi, dalam pemberitaan resmi, kampus menegaskan bahwa publikasi Marco di jurnal Q2 tersebut merupakan bagian dari dorongan kampus agar mahasiswa mulai menulis dan mempublikasikan karya ilmiah sejak dini. Skema Ekuivalensi Karya dan Prestasi Mahasiswa (EKPM) memungkinkan publikasi ilmiah dikonversi menjadi pengganti skripsi. Bobby Ardiansyahmiraja, sang dosen pembimbing, secara eksplisit mendorong seluruh mahasiswa memanfaatkan peluang ini. Beliau turut menggarisbawahi bahwa kebijakan semacam ini membuat jalur akademik seperti yang ditempuh Marco menjadi bukan sebuah “pengecualian”, tetapi contoh yang bisa menginspirasi dan direplikasi oleh mahasiswa lain.
Bagi Ubaya, Marco adalah bukti bahwa ketika ekosistem kampus, dosen pembimbing, dan kebijakan seperti EKPM berpadu, mahasiswa S1 bisa melenting jauh ke panggung akademik internasional. Bagi mahasiswa lain di mana pun, kisah ini menjadi pengingat sederhana bahwa skripsi dan penelitian bukanlah hal menakutkan yang menghalangi niat kuliah. Pun begitu dengan para peneliti, tidak harus menunggu gelar “magister” atau “doktor” untuk mulai menulis, meneliti, dan didengar dunia.
“Bahkan dengan jutaan artikel internasional, masih ada jutaan fenomena lainnya yang tidak hanya menarik namun juga penting untuk diteliti. Sehingga, hari terbaik untuk mulai riset adalah kemarin. Hari terbaik kedua adalah hari ini. Jadi, kalau kemarin belum mulai. Mulailah hari ini”, pungkas Marco.




