Radar Baru, Opini – Kalau ada satu hal yang paling melekat dengan gaya hidup Gen Z sekarang ini, jawabannya hampir pasti: kopi. Entah itu kopi susu gula aren, latte dingin yang estetik, atau espresso yang nendang, semuanya punya tempat spesial di hati generasi ini. Buat Gen Z, kopi bukan cuma minuman penyemangat pagi—tapi udah jadi semacam identitas, kebiasaan, bahkan simbol cara hidup.

Kopi Jadi Gaya Hidup, Bukan Sekadar Minuman

Sebelum maraknya budaya ngopi seperti sekarang, kopi mungkin hanya dianggap sebagai minuman para pekerja kantoran atau orang yang begadang. Tapi di tangan Gen Z, kopi berubah jadi tren yang melekat ke mana-mana. Ketemu teman? Ngopi. Ketemu klien? Ngopi. Gabut sore-sore? Ngopi. Mau foto-foto buat feed Instagram? Ya ngopi lagi.

Yang menarik, pilihan kopi pun seakan menggambarkan kepribadian masing-masing.

Ada yang merasa dirinya ā€œanak senjaā€ cuma gara-gara sering pesan cappuccino hangat sambil nonton langit jingga. Ada yang merasa ā€œkeren dan minimalisā€ karena suka cold brew. Ada juga yang merasa paling produktif sedunia tiap kali duduk di depan laptop ditemani segelas Americano.

Intinya, kopi udah jadi bahasa nonverbal buat menunjukkan ā€œgue siapaā€ versi Gen Z.

Coffee Shop, Rumah Kedua Anak Muda

Coba jalan ke pusat kota mana pun—pasti ada deretan coffee shop yang selalu ramai. Interiornya rapi, pencahayaannya hangat, colokan ada di mana-mana, dan musiknya pas buat kerja. Tidak heran banyak Gen Z yang betah duduk berjam-jam di sana.

Buat mereka, coffee shop adalah zona aman. Tempat di mana mereka bisa kabur sebentar dari riuhnya rumah, bisingnya kampus, atau tekanan pekerjaan. Di sana mereka bisa kerja, bikin tugas, ngerjain project, atau sekadar duduk merenung sambil menatap latte art yang sudah hampir mongering.

Hal itu diperkuat dengan budaya work from cafƩ, yang belakangan jadi tren. Rasanya lebih produktif aja kalau ngetik sambil minum kopi di tempat yang estetik. Bahkan, banyak coffee shop yang memang sengaja didesain biar ramah Gen Z: meja besar buat kerja kelompok, Wi-Fi kencang, AC dingin, dan dekorasi minimalis yang bikin foto terlihat cantik.

Kopi dan Media Sosial, Duo yang Tidak Terpisahkan

Generasi Z dan media sosial itu udah kayak dua sahabat yang susah dipisahkan. Dan kopi—entah bagaimana—menjadi salah satu elemen favorit dalam konten mereka.

Ada video ā€œmorning routine with my coffeeā€, ada foto tangan memegang cup kopi dengan latar cafĆ© yang estetik, ada vlog ā€œngopi cantikā€, bahkan ada konten unboxing… biji kopi! Kocak tapi nyata.

Kopi bukan cuma diminum. Kopi jadi konten. Dan begitu sesuatu jadi konten, otomatis nilainya naik. Coffee shop pun jadi berlomba-lomba bikin konsep yang Instagrammable. Lampu warm tone, tembok warna netral, tanaman hijau, meja kayu, semua dirancang supaya pengunjung bisa foto-foto.

Bagi Gen Z, kopi adalah bagian dari storytelling mereka. Mereka ingin menunjukkan ke followers bahwa mereka punya gaya hidup yang santai, produktif, dan ā€œaestheticā€.

Eksperimen Kopi Ala Gen Z

Kalau ada yang paling kreatif soal eksperimen rasa, jawabannya jelas: Gen Z. Mereka berani campur-campur bahan yang mungkin dulu dianggap aneh. Kopi dicampur soda? Pernah viral. Kopi dicampur lemon? Sudah dicoba. Kopi dicampur es krim? Sudah jadi favorit. Bahkan kopi dengan cream cheese pun sempat ramai.

Selain itu, tren home cafƩ juga semakin populer. Banyak Gen Z yang beli alat manual brew, grinder kecil, dan gelas-gelas lucu buat bikin kopi ala cafƩ di rumah. Hasilnya? Selain dapat kopi yang enak, mereka juga dapat konten.

Eksperimen kopi menjadi semacam hobi baru yang bikin mereka senang. Tidak butuh skill barista profesional—yang penting hasil akhirnya bisa diminum dan difoto.

Kopi Sebagai Teman Produktivitas

Kalau ditanya apa yang bikin Gen Z bisa fokus kerja atau belajar, banyak yang bakal jawab: ā€œkopi.ā€ Entah itu sugesti atau efek kafein, yang jelas kopi memang membantu mereka merasa lebih siap menghadapi tugas-tugas yang menumpuk.

Ritual pagi dengan segelas kopi jadi semacam tombol ā€œstartā€ untuk memulai hari. Ada yang merasa hidupnya lebih teratur saat mereka punya waktu kecil untuk menyiapkan kopi. Ada juga yang berpikir bahwa kopi membantu mereka ā€œmasuk moodā€, terutama saat sedang diburu deadline.

Kopi membuat mereka merasa produktif, dan bagi Gen Z yang hidup di era serba cepat, perasaan produktif itu penting.

Kopi, Komunitas, dan Identitas

Lebih jauh lagi, kopi menciptakan banyak komunitas baru. Ada komunitas pecinta manual brew, komunitas barista muda, hingga komunitas reviewer kedai kopi. Mereka berkumpul, mencoba kopi bersama, berbagi ilmu, dan saling support.

Di sinilah kopi berfungsi lebih dari sekadar minuman: ia menjadi jembatan pertemanan, medium interaksi, dan alasan untuk memulai percakapan.

Gen Z bukan hanya mengonsumsi kopi; mereka membangunnya menjadi bagian dari identitas dan ruang sosial mereka.

Kopi Adalah Segalanya

Pada akhirnya, fenomena ini menunjukkan bahwa kopi bukan lagi minuman biasa. Buat Gen Z, kopi adalah gaya hidup, pelarian, konten, inspirasi, teman kerja, dan kadang… alasan untuk bertemu seseorang.

Kopi bukan cuma soal rasa pahit atau manisnya. Kopi adalah cerita, suasana, dan kenyamanan. Ia hadir dalam setiap momen penting Gen Z: saat bahagia, saat bingung, saat jatuh cinta, bahkan saat patah hati.

Tidak heran jika pada generasi ini, kopi benar-benar menjadi segalanya.

 

*) Penulis adalah Rista Febianti, Mahasiswa Akuntansi Universitas Pamulang.