Penulis: Aliya Rahma Eka Putri*
Apakah adiksi terhadap nikotin adalah tanda bahwa seseorang punya kecerdasan intelektual yang tinggi? Nikotin adalah senyawa kimia organik yang termasuk dalam golongan alkaloid. Senyawa ini dikenal karena efek stimulan dan adiktifnya pada sistem saraf pusat. Nikotin bekerja dengan menstimulasi reseptor Asetilkolin, yang dimana ini ada paling besar di otak, lebih tepatnya ada di bagian Nucleus Accumbens.
Asetilkolin adalah neurotransmitter yang membuat kamu bisa fokus, belajar, mengingat, dan menggerakkan otot. Reseptor ini merupakan sistem neurotransmitter yang sama yang terkait dengan daya ingat, fokus, dan kecepatan belajar. Nikotin juga meningkatkan suatu neurotransmitter di dalam tubuh kita yang namanya adalah Dopamine. Dopamine dikenal sebagai neurotransmitter di otak yang berperan dalam menciptakan rasa senang dan memotivasi seseorang untuk melakukan sesuatu yang memberikan kepuasan. Namun, ada neurotransmitter yang akan terhambat Ketika mengonsumsi nikotin, yaitu, GABA.
Jika dianalogikan, dopamine Adalah pedal gas pada tubuh manusia, dimana kita merasa bahagia, senang dan puas. Sedangkan, GABA adalah pedal rem, yang membuat kita merasa rileks dan tenang. Artinya di sini kedua neurotransmitter ini memiliki peran yang berbeda namun sama-sama penting. Ketika keduanya tidak seimbang dan tidak berjalan sesuai porsinya, maka inilah yang sering menyebabkan adanya gangguan atau kerusakan pada neurotransmitter manusia.
Namun, tidak bisa dipungkiri juga bahwa beberapa penelitian sudah dilakukan oleh para ahli dan hasilnya menunjukkan bahwa konsumsi nikotin memang positif mempu meningkatkan fungsi kogntif. Salah satunya seperti pada jurnal yang berjudul “Cognitive Efffect of Nicotine” dari neuropharmacology yang menyatakan bahwa nicotin dapat meningkatkanfungsi kognitif diantaranya fungsi motorik, focus, konsentrasi dan memori. Jadi pernyataan bahwa nicotin dapat meningkatkan fungsi kognitif itu adalah fakta.
Orang dengan kecerdasan dasar yang lebih tinggi seringkali memiliki otak yang bermanfaat. Pada dasarnya, otak orang pintar membutuhkan lebih banyak stimulasi daripada orang kebanyakan, dan itulah yang disediakan nikotin. Bayangkan. Kebanyakan orang mengonsumsi nikotin bukan hanya untuk menenangkan diri, tetapi juga untuk berpikir lebih tajam, bekerja lebih lama, atau tetap kreatif di bawah tekanan. Itulah yang secara alami dikejar oleh otak dengan IQ tinggi. la menginginkan alat yang memperluas kemampuannya.
Efek kognitif nikotin bersifat kompleks dan belum sepenuhnya dikarakterisasi. Nikotin tampaknya menunjukkan ‘respons dosis J terbalik’, dengan dosis rendah atau paparan singkat meningkatkan fungsi kognitif, sementara dosis yang lebih tinggi atau paparan yang lama tidak meningkatkan, atau merusak fungsi kognitif Tidak hanya itu, efek peningkatan kognitif nikotin dapat berkontribusi pada efek peningkatan suasana hati atau penstabil suasana hati. Misalnya, nikotin dapat meringankan konsekuensi negatif dari stresor dengan meningkatkan fokus perhatian pada stimulus pengalih perhatian yang jinak.
Di era sekarang nicotin sering sekali berkaitan atau identik dengan rokok, lalu apakah itu artinya seorang perokok juga memiliki intelegensi yang tinggi? Inilah yang perlu diperhatikan. Rokok memang mengandung nicotin, namun nicotin bukan rokok. Mengonsumsi nicotin bukan berarti kita harus merokok karena sumber nicotin bukan hanya rokok, melainkan ada nicotin berbentuk patch, gum, inhaler dan lain sebagainya yang dimana nicotin jenis ini juga sedikit banyak digunakan dalam dunia medis.
Kita harus dapat membedakan efek nikotin dengan efek merokok. Jika seseorang diberi nikotin (kunyah, patch, inhaler) dalam dosis terkontrol, dampak positif nicotin seperti yang sudah dituliskan di atas akan berhasil dicapai yaitu, peningkatan fungsi kognitif. Mekanismenya adalah, agonisme reseptor nikotinik asetilkolin (nAChRs) → peningkatan pelepasan neurotransmiter (dopamin, ACh, norepinefrin) yang meningkatkan atensi/alertness, focus dan lainnya.
Sedangkan, pada perokok, Konsumsi tembakau kronis (rokok/vape) berasosiasi dengan penurunan fungsi kognitif, impulsivitas lebih besar, dan risiko penurunan kognitif dengan penuaan. Komponen asap tembakau (bukan hanya nikotin) menyebabkan vaskular, inflamasi, dan kerusakan oksidatif yang merugikan otak.
***
*) Penulis adalah Mahasiswa S1 Jurusan Psikologi – Universitas Brawijaya.
**) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi radarbaru.com




