Radar Baru, Jakarta – Di tengah hiruk pikuk politik nasional, satu suara dari Aceh menggema kuat di gedung Parlemen. Suara itu milik T.A. Khalid, anggota DPR RI yang keberaniannya belakangan ini menjadi sorotan masyarakat Aceh. Dengan ketegasan yang elegan dan keberanian yang jarang muncul di Senayan, ia kembali mengangkat isu-isu fundamental terkait MoU Helsinki dan martabat Aceh ke panggung pusat.

Langkah T.A. Khalid tidak hanya dianggap sebagai sikap politik, tetapi sebagai tindakan moral sebuah keberanian yang sering kali hilang dalam dunia politik modern. Ia berbicara ketika banyak memilih diam. Ia berdiri ketika banyak memilih aman. Dan itulah yang membuat warga Aceh memberikan penghormatan tinggi.

Ketua Pemuda Aceh-Jakarta, Wanda Assyura, menjadi salah satu tokoh muda yang menyampaikan apresiasi. Suaranya mewakili generasi baru Aceh yang merindukan pemimpin berintegritas, pemimpin yang tidak hanya memikirkan hari ini, tetapi juga masa depan.

“Keberanian Pak T.A. Khalid adalah keberanian yang lahir dari cinta kepada Aceh. Beliau tidak hanya berbicara, beliau menjaga martabat kita. Suara beliau menggetarkan, bukan karena keras, tetapi karena jujur dan berisi,” ujar Wanda, penuh keyakinan dalam pernyataannya, Kamis (20/11/2025).

Di mata masyarakat Aceh, T.A. Khalid adalah sosok yang berjalan di atas garis tipis antara diplomasi dan ketegasan. Ia tahu kapan harus bicara keras, kapan harus bicara lembut, dan kapan harus berdiri tegak tanpa kompromi. Ini adalah kualitas yang tidak dimiliki banyak politisi dan kualitas yang lahir dari pemahaman sejarah Aceh dan empati terhadap rakyatnya.

Ketika T.A. Khalid menyuarakan perlunya mengembalikan “ruh” MoU Helsinki, masyarakat Aceh merasakan sesuatu yang berbeda. Nada suaranya bukan nada protes, tetapi nada kesadaran politik yang matang. Pernyataannya tidak membakar, tetapi menghidupkan. Tidak memecah, tetapi menyatukan.

“Beliau adalah salah satu sedikit dari kita yang mengerti bahwa memperjuangkan Aceh bukan tentang konflik baru, tetapi tentang memperjuangkan keadilan dengan cara terhormat,” lanjut Wanda Assyura.

Tak heran jika apresiasi masyarakat datang dari berbagai penjuru Aceh: dari Meulaboh hingga Lhokseumawe, dari Bireuen hingga Aceh Tamiang. Banyak yang menyebut T.A. Khalid sebagai “penjaga kompas moral Aceh”, seseorang yang membawa nama Aceh dengan kepala tegak dan hati jernih di pusat pemerintahan.

Keberaniannya dalam bersuara soal keistimewaan Aceh dan kepentingan rakyat mempertegas bahwa politik bukan sekadar jabatan, tetapi amanah. Dan T.A. Khalid menjalankan amanah itu dengan kehormatan yang membuat masyarakat bangga.

“Kami, pemuda dan masyarakat Aceh, mengapresiasi keberanian yang tidak dibuat-buat ini. Keberanian yang lahir dari ketulusan. Pak T.A. Khalid telah menunjukkan bagaimana seorang wakil rakyat berdiri untuk rakyatnya,” tutup Wanda.

Di saat bangsa ini membutuhkan pemimpin yang tegas, tenang, dan memiliki arah moral, Aceh patut bersyukur karena memiliki sosok seperti T.A. Khalid seorang wakil yang tidak hanya hadir, tetapi membawa kebaikan dan perubahan bagi masadepan Aceh.