Radar Baru, Jakarta – Sejumlah organisasi pelajar dari Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU), Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM), dan Pelajar Islam Indonesia (PII) yang tergabung dalam Poros Pelajar menggelar dialog bertajuk “Evaluasi Program Makan Bergizi Gratis: Peran Pelajar untuk Generasi Sehat dan Cerdas” di Barocks Cafe, Jakarta, Minggu (24/8).

Ketua Umum PII, Abdul Qohar Ruslan, menegaskan bahwa para pelajar mendukung keberlanjutan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang telah berjalan selama enam bulan. Namun, ia menekankan pentingnya evaluasi, khususnya agar program ini tidak hanya bermanfaat bagi siswa, tetapi juga mendorong produksi dalam negeri.

“Kita ingin mengevaluasi walaupun di satu sisi kita juga mendukung agar program MBG terus dilanjutkan. Harapannya, evaluasi ini bisa menjadi masukan untuk mendukung produksi dalam negeri,” ungkap Qohar.

Direktur Program, Agus Suherman Tanjung, menambahkan bahwa dialog ini dilakukan sebagai bentuk kritik konstruktif terhadap program prioritas pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto. Menurutnya, setelah berjalan satu semester, ada sejumlah catatan penting, termasuk kasus keracunan MBG yang sempat mencoreng niat baik pemerintah.

“Kasus seperti itu bisa menimbulkan trauma bagi siswa lain. Karena itu, semua pihak yang terlibat harus benar-benar serius menjalankan kebijakan ini,” tegas Agus.

Ia juga menyoroti kebijakan impor wadah makanan pasca terbitnya Permendag Nomor 22 Tahun 2025, yang membuat food tray tidak lagi masuk kategori larangan dan pembatasan impor.

“Masak ompreng kita harus impor? Kalau aturan ini tidak ditinjau ulang, maka kebijakan pro-produksi dalam negeri yang menjadi garis besar presiden tidak diterjemahkan dengan baik oleh para pembantunya,” ujarnya.

Dalam dialog ini, para pelajar menyampaikan tiga poin utama:

  1. Mempertanyakan keseriusan pemerintah dalam mendukung produksi dalam negeri.
  2. Mendukung program MBG dengan berbagai perbaikan ke depan.
  3. Mendesak agar program MBG segera merata demi keadilan bagi seluruh siswa di Indonesia.

Hadir pula sejumlah narasumber dari berbagai kalangan, di antaranya: H. Hasan Basri, S.SI., APT Sekjen DPP ADAMBI (Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Dapur Makan Bergizi Indonesia), Ardy Susanto, S.H., M.H,. M. Ikom Sekjen APMAKI ( Asosiasi Produsen Wadah Makanan Indonesia), Amsar A. Dulmanan (Akademisi UNUSIA / Sosiolog).

Ardy Susanto menyoroti permasalahan pada peralatan makan yang digunakan dalam program MBG. Menurutnya, ada kasus penggunaan bahan yang tidak sesuai standar.

“Bukan stainless 304 seperti yang tertera, melainkan stainless 201. Padahal 201 berbahaya karena dalam jangka panjang bisa berdampak pada saraf, hati, dan ginjal,” jelas Ardy.

Sementara itu, Hasan Basri menekankan pentingnya aspek gizi dan daya tarik menu untuk anak-anak.

“Secara gizi sebenarnya sudah sesuai dengan lima unsur utama—karbohidrat, protein nabati, protein hewani, mineral, dan vitamin. Namun, masalahnya ada pada penyajian. Menu yang disajikan sering tidak menarik secara visual bagi anak-anak,” ujar Hasan.

Melalui forum ini, Poros Pelajar berharap evaluasi yang dilakukan bisa menjadi masukan berharga bagi pemerintah agar program MBG tidak hanya meningkatkan kesehatan dan kecerdasan pelajar, tetapi juga menggerakkan industri dalam negeri dan benar-benar memberi manfaat jangka panjang bagi bangsa.