Radarbaru, Jakarta — Menjelang Hari Ulang Tahun ke-80 Republik Indonesia, jagat media sosial diramaikan oleh fenomena tak biasa: maraknya pemasangan bendera bajak laut dari serial anime One Piece oleh sejumlah anak muda, bahkan menggantikan posisi bendera Merah Putih di beberapa lokasi pribadi dan digital.
Menanggapi hal ini, Ketua Gerakan Pemuda Ansor Cabang Jakarta Timur, Taufik Muhammad Guntur, menyatakan keprihatinannya. Ia menilai bahwa tren tersebut bukan sekadar bentuk ekspresi budaya pop, melainkan gejala terkikisnya nasionalisme generasi muda Indonesia.
“Ini fenomena yang menyedihkan. Pemasangan bendera bajak laut One Piece bukan sekadar bentuk cinta terhadap budaya pop, tapi tanda nasionalisme kita sedang melemah, terutama di kalangan anak muda,” ujar Taufik dalam wawancara eksklusif.
Taufik menilai bahwa generasi muda saat ini banyak dibanjiri narasi dari luar negeri yang dikemas dengan apik, sehingga lebih menarik dibandingkan narasi sejarah bangsa sendiri.
“Anime seperti One Piece menawarkan nilai perjuangan dan solidaritas yang kuat, sementara tokoh-tokoh bangsa seperti Soekarno dan Cut Nyak Dien tidak hadir ke mereka dalam format yang segar dan relevan. Ini menjadi tantangan besar bagi kita semua,” jelasnya
Sebagai respons, GP Ansor Jakarta Timur tengah menyiapkan program bertajuk “Garda Merah Putih Digital” sebuah inisiatif untuk mengajak anak muda memproduksi konten digital bertema kebangsaan, sejarah lokal, hingga kisah pahlawan daerah melalui platform populer seperti TikTok dan Instagram.
“Nasionalisme hari ini harus hidup dan relevan. Kita akan masuk ke sekolah dan pesantren, ajarkan bagaimana membuat konten kebangsaan yang bisa viral tapi juga bernilai. Nasionalisme tidak cukup hanya lewat upacara, tapi harus lewat karya dan dialog,” tambah Taufik.
Ia juga menegaskan bahwa bendera bukan sekadar simbol kain, melainkan lambang sejarah perjuangan bangsa.
“Ketika seseorang mengganti Merah Putih dengan bendera bajak laut, meski hanya di media sosial, itu menyampaikan pesan bahwa simbol negara tidak lagi bermakna. Ini sinyal bahaya yang tidak boleh kita abaikan,” ujarnya.
Menutup wawancaranya, Taufik mengajak seluruh elemen bangsa—mulai dari keluarga, lembaga pendidikan, pemerintah, hingga organisasi masyarakat—untuk bersama-sama membumikan kembali nilai-nilai nasionalisme di tengah tantangan globalisasi dan budaya digital.
“Generasi muda bukan tidak nasionalis, mereka hanya belum ditunjukkan jalannya. Ajak mereka bicara dengan bahasa mereka, hadir sebagai teman, dan beri ruang untuk berekspresi secara positif. Karena pada akhirnya, mereka juga ingin jadi bagian dari kisah besar bangsa ini.”