Bagi banyak investor pemula, melihat IHSG melemah seringkali menimbulkan kekhawatiran. Grafik merah di layar bursa seolah pertanda bahaya. Padahal, bagi yang memahami strategi dan psikologi pasar, momen seperti inilah waktu terbaik untuk mulai berinvestasi.
Sejarah membuktikan bahwa setiap pelemahan IHSG hampir selalu diikuti dengan fase pemulihan dan kenaikan baru. Artinya, ketika sebagian orang takut, justru di situlah peluang besar menanti.
Artikel ini akan membahas bagaimana investor pemula bisa masuk pasar saat IHSG melemah, lengkap dengan strategi praktis, analisis risiko, dan contoh nyata.
1. Pahami Siklus Pasar Saham
Pasar saham tidak bergerak lurus. Ia berputar melalui siklus naik (bullish) dan turun (bearish). Melemahnya IHSG bukan berarti ekonomi hancur, melainkan bagian dari proses koreksi sehat yang terjadi di semua pasar modal dunia.
Biasanya, siklus pasar terjadi karena faktor-faktor berikut:
- Sentimen global (suku bunga The Fed, harga minyak, geopolitik).
- Aksi ambil untung (profit taking) investor besar.
- Rotasi sektor dari saham unggulan ke saham undervalued.
- Penyesuaian ekspektasi terhadap kinerja emiten.
Investor pemula perlu memahami bahwa turunnya indeks bukan alasan untuk panik, melainkan momen untuk mencari nilai (value) di saham-saham berfundamental baik yang sedang “diskon”.
2. Gunakan Strategi Dollar Cost Averaging (DCA)
Salah satu strategi paling efektif untuk pemula adalah Dollar Cost Averaging (DCA), atau dalam bahasa sederhananya: investasi bertahap secara rutin tanpa memperhatikan naik turunnya harga.
Contohnya: Anda memiliki dana Rp1 juta setiap bulan. Daripada menunggu harga saham “termurah”, investasikan saja secara rutin setiap bulan di saham pilihan Anda.
Dengan cara ini, Anda:
- Membeli di harga rata-rata yang lebih stabil.
- Menghindari stres karena fluktuasi harian.
- Menumbuhkan disiplin investasi jangka panjang.
DCA sangat efektif saat IHSG melemah karena Anda mendapatkan lebih banyak unit saham di harga rendah — dan saat pasar pulih, potensi keuntungannya lebih besar.
3. Fokus pada Saham Berfundamental Kuat (Blue Chip)
Saat pasar melemah, saham-saham kecil (second liner) sering turun lebih dalam. Namun, saham blue chip seperti BBCA, BBRI, TLKM, dan ASII biasanya lebih cepat pulih karena memiliki:
- Kinerja keuangan stabil.
- Manajemen solid.
- Dividen konsisten.
Bagi investor pemula, fokuslah pada saham dengan kapitalisasi besar dan rekam jejak kuat.
Saham blue chip bisa dianggap sebagai “pondasi” portofolio — stabil, kuat, dan relatif aman untuk jangka panjang.
4. Manfaatkan Reksa Dana Saham atau ETF IHSG
Jika Anda masih ragu memilih saham sendiri, reksa dana saham atau Exchange Traded Fund (ETF) bisa jadi pilihan ideal.
Produk ini dikelola oleh manajer investasi profesional dan biasanya mengikuti pergerakan IHSG.
Keunggulannya:
- Diversifikasi otomatis (tidak hanya satu saham).
- Modal awal terjangkau (mulai Rp100 ribu).
- Cocok bagi investor yang ingin belajar pelan-pelan.
Beberapa ETF populer yang mengikuti IHSG antara lain:
- Xtrackers IDX30 ETF
- Premier ETF LQ45
- Reksa Dana Saham Mandiri Investa Atraktif
Dengan instrumen ini, Anda tetap bisa ikut menikmati rebound IHSG tanpa perlu memantau pasar setiap hari.
5. Siapkan Dana Darurat dan Batas Risiko
Sebelum mulai investasi, pastikan Anda memiliki dana darurat minimal 3–6 bulan pengeluaran bulanan. Hal ini penting agar Anda tidak tergoda menjual saham saat harga turun hanya untuk kebutuhan mendesak.
Selain itu, tetapkan juga batas risiko (cut loss) dan target keuntungan (take profit) sejak awal.
Contoh:
- Cut loss di level 10–15% dari modal.
- Take profit di kisaran 20–30%, tergantung kondisi pasar.
Disiplin pada rencana investasi jauh lebih penting daripada sekadar mencari harga saham termurah.
6. Perhatikan Sentimen Global dan Domestik
IHSG sangat dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti:
- Kebijakan suku bunga Bank Indonesia dan The Fed.
- Harga komoditas dunia (batubara, minyak, emas).
- Stabilitas politik dan fiskal dalam negeri.
Namun, sentimen negatif tidak selalu berarti ekonomi buruk.
Seringkali, pasar bereaksi berlebihan terhadap berita jangka pendek. Investor bijak akan memanfaatkan momen panik tersebut untuk masuk ke saham unggulan di harga diskon.
Sebagai contoh, pada saat pandemi 2020, IHSG sempat anjlok di bawah 4.000. Tapi dalam dua tahun berikutnya, IHSG pulih ke atas 7.000 — kenaikan lebih dari 70%!
Mereka yang berani masuk di masa koreksi menikmati keuntungan besar saat pasar pulih.
7. Gunakan Analisis Fundamental dan Teknikal Sederhana
Anda tidak perlu menjadi analis profesional untuk memulai. Gunakan kombinasi analisis fundamental dan teknikal sederhana untuk membantu pengambilan keputusan.
Analisis fundamental:
- Lihat rasio PER (Price to Earning Ratio) dan PBV (Price to Book Value).
- Amati tren pendapatan dan laba bersih.
- Perhatikan pembagian dividen dan utang perusahaan.
Analisis teknikal:
- Gunakan indikator dasar seperti Moving Average (MA), RSI, dan MACD.
- Perhatikan level support (harga dasar) dan resistance (harga batas atas).
- Hindari membeli di puncak — tunggu momen koreksi sehat.
Kombinasi keduanya memberi pandangan yang lebih seimbang tentang kapan waktu tepat membeli saham.
8. Belajar dari Investor Besar
Nama-nama seperti Warren Buffett, Lo Kheng Hong, atau Toto Sugiri sering menekankan hal yang sama: “Be fearful when others are greedy, and be greedy when others are fearful.”
Artinya, ketika pasar sedang takut (IHSG turun), justru saat itulah investor cerdas mulai mengoleksi.
Lo Kheng Hong sendiri pernah membeli saham perbankan saat krisis 1998 dan mendapatkan keuntungan luar biasa beberapa tahun kemudian. Prinsip sabar dan disiplin membuat strategi ini terbukti ampuh.
9. Tetap Tenang dan Konsisten
Pasar saham selalu penuh emosi: euforia dan kepanikan datang silih berganti. Sebagai investor pemula, konsistensi lebih penting daripada kecepatan.
Mereka yang rutin berinvestasi setiap bulan akan unggul dibanding yang hanya ikut-ikutan saat pasar sedang naik.
Gunakan aplikasi sekuritas terpercaya, catat setiap transaksi, dan evaluasi portofolio minimal setiap 3–6 bulan. Jangan panik karena fluktuasi harian — lihat gambaran besar.
10. Prediksi IHSG 2026: Momentum Rebound Masih Kuat
Berdasarkan analisis beberapa sekuritas besar, IHSG berpotensi bergerak di kisaran 8.000–8.400 poin pada tahun 2026.
Beberapa katalis positif:
- Penurunan inflasi dan stabilitas suku bunga BI.
- Pemulihan sektor perbankan, energi, dan digital.
- Arus dana asing masuk ke pasar saham Asia Tenggara.
- Optimisme terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia di atas 5%.
Dengan kondisi seperti ini, masuk pasar saat IHSG melemah di 2025 justru bisa jadi langkah strategis untuk memanen hasil di 2026.
Saat Orang Takut, Investor Cerdas Melangkah
IHSG yang melemah bukanlah akhir dari segalanya — justru awal dari peluang baru.
Bagi investor pemula, kuncinya adalah pahami risiko, disiplin investasi, dan fokus pada jangka panjang. Gunakan strategi bertahap, pilih saham berkualitas, dan jangan biarkan emosi mengendalikan keputusan Anda.
Seperti kata pepatah lama di pasar modal:
“Pasar saham memindahkan uang dari orang yang tidak sabar ke orang yang sabar.”
Jadi, jadilah investor yang sabar, konsisten, dan berani memanfaatkan saat IHSG melemah — karena di situlah awal kesuksesan finansial Anda dimulai.




