Di tengah derasnya arus informasi digital, istilah “SLAY QUEEN” menjadi salah satu kata gaul yang paling sering digunakan oleh Gen Z dan milenial. Kata ini muncul di TikTok, Instagram, X (Twitter), hingga percakapan sehari-hari—baik sebagai pujian, ekspresi percaya diri, maupun kritik bernada satir. Namun, apa sebenarnya arti “SLAY QUEEN”? Bagaimana istilah ini berkembang, dan mengapa begitu populer di kalangan muda?
Asal Usul Kata “Slay” dan Perkembangannya
Secara etimologis, kata slay berasal dari bahasa Inggris kuno slean yang berarti “memukul” atau “menghancurkan”. Dalam perkembangan bahasa modern, terutama di komunitas LGBTQ+ dan AAVE (African-American Vernacular English), maknanya berubah menjadi “tampil memukau” atau “mengagumkan”.
Pada 1970-an, istilah ini populer dalam budaya ballroom Amerika, tempat para peserta diberi pujian slay ketika mereka tampil luar biasa. Kepopulerannya meningkat setelah film dokumenter Paris Is Burning (1990), lalu meluas ke budaya pop global, terutama melalui media sosial.
Apa Itu SLAY QUEEN?
“SLAY QUEEN” adalah gabungan dari kata slay dan queen. Istilah ini menggambarkan seseorang—biasanya perempuan—yang:
- Tampil memukau
- Memiliki rasa percaya diri tinggi
- Berani tampil beda
- Menonjol dalam penampilan atau pencapaian
Dalam konteks positif, “SLAY QUEEN” adalah bentuk pujian terhadap seseorang yang tampil luar biasa atau berprestasi. Contoh:
“Kamu slay queen hari ini,” sebagai pujian atas penampilan atau performanya.
Namun, istilah ini juga dapat digunakan secara kritik atau satir. Dalam konteks tertentu, “SLAY QUEEN” dipakai untuk menggambarkan seseorang yang terlalu fokus pada penampilan, gaya hidup glamor, atau hal-hal yang bersifat permukaan.
SLAY QUEEN di Media Sosial
Media sosial adalah ruang terbesar berkembangnya istilah ini. Banyak influencer, kreator, dan pengguna umum menggunakan kata “SLAY QUEEN” untuk membangun citra diri, terutama melalui:
- Foto atau video berpenampilan glamor
- Konten makeup dan fashion
- Unggahan yang menonjolkan rasa percaya diri atau pencapaian
Caption seperti “Living my slay queen life” atau “Slay queen mode on” sering ditemui dalam konten bergaya glamor dan penuh kepercayaan diri.
Istilah ini juga semakin populer berkat selebritas dunia, termasuk Beyoncé melalui lirik lagunya “Cause I slay, I slay”, yang membantu mendorong istilah slay ke arus utama budaya pop global.
Kritik terhadap Istilah SLAY QUEEN
Meski sering dipakai sebagai pujian, istilah ini tidak terlepas dari kritik. Beberapa kritik yang muncul antara lain:
1. Tekanan Penampilan
Ada kekhawatiran bahwa istilah ini memperkuat standar tidak realistis bahwa perempuan harus selalu tampil sempurna dan glamor.
2. Kesan Materialistis
Dalam beberapa konteks, “SLAY QUEEN” dikaitkan dengan gaya hidup yang berfokus pada barang mewah, penampilan fisik, dan citra glamor yang berlebihan.
3. Penguatan Stereotip
Istilah ini dianggap sebagian orang mempersempit definisi mengenai keberhasilan atau kecantikan perempuan hanya pada aspek visual.
Meski begitu, banyak perempuan justru merasa terdukungan dengan istilah ini, menjadikannya simbol kekuatan, keberanian, dan kebebasan mengekspresikan diri.
Mengapa Istilah Ini Relevan bagi Generasi Muda?
Bagi Gen Z dan milenial, “SLAY QUEEN” mencerminkan nilai-nilai yang mereka pegang saat ini. Beberapa di antaranya:
Ekspresi Diri
Generasi muda sangat menghargai kebebasan untuk tampil sesuai kepribadian tanpa takut dihakimi.
Kepercayaan Diri dan Self-Love
Istilah ini sering digunakan sebagai bentuk afirmasi positif dan motivasi untuk menghargai diri sendiri.
Redefinisi Makna Kesuksesan
Kesuksesan tidak lagi dipandang hanya dari uang atau status, melainkan dari kebahagiaan dan pencapaian pribadi yang lebih autentik.
“SLAY QUEEN” adalah istilah gaul yang menggambarkan seseorang yang tampil memukau, percaya diri, dan penuh gaya. Istilah ini memiliki perjalanan panjang dari budaya ballroom Amerika hingga menjadi bagian dari bahasa sehari-hari generasi muda Indonesia.
Dari sisi positif, “SLAY QUEEN” menginspirasi kepercayaan diri dan ekspresi diri. Namun, dari sisi kritik, istilah ini dapat memunculkan tekanan untuk selalu tampil sempurna atau glamor.
Apa pun pandangan terhadapnya, satu hal pasti: “SLAY QUEEN” sudah menjadi bagian penting dari budaya digital modern, dan penggunaannya akan terus berkembang seiring perubahan tren dan nilai-nilai generasi muda.




