Radar Baru, Banda Aceh— Kemarahan publik di Aceh kian menguat seiring lambannya bantuan menjangkau sejumlah wilayah terdampak banjir bandang dan longsor. Aksi protes masyarakat bersama kepada anggota DPR Aceh, menjadi penanda bahwa kesabaran rakyat mulai menipis, di tengah jumlah korban jiwa yang terus bertambah dan desa-desa yang masih terisolasi.

Aktivis muda asal Aceh, Wanda Assyura, menilai ekspresi kemarahan itu lahir dari duka yang menumpuk dan rasa takut tidak tertangani. Namun ia mengingatkan, kemarahan publik harus segera direspons dengan tindakan nyata dan komunikasi yang jujur agar tidak berubah menjadi ketidakpercayaan yang lebih luas.

Sebagai putra Aceh, Wanda mengaku merasakan langsung kesedihan masyarakat. Cerita ibu-ibu yang kehilangan anak, keluarga yang terpisah di pengungsian, hingga anak-anak yang masih tidur tanpa selimut, menurutnya, menjadi luka kolektif yang tak bisa diabaikan.

“Saya sedih sekali melihat ini. Tapi kesedihan harus kita ubah menjadi kekuatan bersama. Kalau kritik sudah sampai ke jalan, itu artinya ada rasa tidak didengar. Pemerintah harus menerima kritik dengan kepala dingin dan segera mempercepat kerja di lapangan,” ujar Wanda dalam keterangannya, Minggu (14/12).

Menurut Wanda, persoalan utama bukan tidak adanya upaya pemerintah, melainkan ketidaksinkronan informasi antara lapangan dan pusat. Ia menilai masih ada jarak antara laporan resmi dan kondisi faktual di beberapa desa terdampak, sehingga memicu persepsi seolah bantuan berhenti.

Ia menekankan pentingnya koordinasi berbasis data realtime agar Presiden dan kabinet menerima gambaran lapangan yang mutakhir. “Jangan sampai presiden dan menteri bekerja dengan data yang tertinggal, sementara rakyat menunggu bantuan hari demi hari,” ujarnya.

Wanda mendorong penguatan mekanisme pelaporan cepat melalui sistem digital BNPB yang terintegrasi dengan relawan dan posko lapangan. Dengan pembaruan data per jam, setiap desa yang belum tersentuh bantuan dapat segera terdeteksi dan direspons tanpa harus menunggu tekanan publik membesar.

Di sisi lain, Wanda mengingatkan masyarakat Aceh agar tidak mudah terprovokasi narasi seolah negara absen. Ia menegaskan bahwa bantuan pemerintah terus berjalan dan sedang diupayakan menjangkau seluruh titik terdampak, meski medan berat dan akses terbatas memperlambat distribusi.

“Kita harus jujur: medan Aceh tidak mudah. Tapi pemerintah tidak diam. Presiden Prabowo sudah turun langsung, meminta maaf kepada pengungsi, mengerahkan TNI, dan memastikan logistik serta infrastruktur darurat dipercepat. Ini bukti negara hadir,” tegasnya.

Ia meminta masyarakat, termasuk tokoh publik, artis, dan influencer, untuk membantu menenangkan suasana dan memperkuat solidaritas tidak perlu memberikan bumbu pemerintah tidak sigap itu tidak bijak. Kritik tetap diperlukan, namun harus disertai data dan disalurkan melalui jalur yang mempercepat respons, bukan memperkeruh keadaan.

“Marah itu manusiawi. Tapi jangan sampai kemarahan membuat kita saling curiga. Laporkan temuan lapangan, bantu koordinasi, dan percayakan bahwa negara sedang bekerja,” kata Wanda.

Menutup pernyataannya, Wanda mengajak semua pihakpemerintah pusat dan daerah, DPR, relawan, tokoh masyarakat, hingga warga biasa untuk menurunkan ego dan meninggikan empati. “Aceh sedang berduka. Jika kita bergerak bersama, kemarahan ini akan berubah menjadi kekuatan untuk pulih. Yang terpenting sekarang: kerja cepat, data jujur, dan solidaritas yang saling menguatkan,” pungkasnya.