radarbaru.com – Presiden Rusia Vladimir Putin kembali menegaskan posisi negaranya sebagai penyeimbang strategis di kawasan Timur Tengah, di tengah memuncaknya konflik antara Iran dan Israel yang semakin memanas pasca serangan Amerika Serikat terhadap fasilitas nuklir Iran pada Ahad (22/6).
Dalam pernyataannya di Forum Ekonomi Internasional St. Petersburg, Putin menyampaikan bahwa Rusia tetap menjaga hubungan erat dengan Iran, termasuk kerja sama pembangunan reaktor nuklir di Bushehr. Namun demikian, ia menolak anggapan bahwa Moskow berpihak sepenuhnya kepada Teheran. Sebaliknya, ia menyebut tuduhan semacam itu sebagai provokasi yang menyesatkan.
“Saya ingin mengingatkan, hampir dua juta orang dari bekas Uni Soviet dan Federasi Rusia tinggal di Israel. Itu hampir menjadi negara berbahasa Rusia sekarang,” kata Putin seperti dikutip kantor berita TASS. Ia menambahkan, sekitar 15 persen dari populasi Rusia menganut Islam, dan Rusia adalah negara pengamat dalam Organisasi Kerja Sama Islam (OKI), sehingga posisinya tetap inklusif dan mempertimbangkan semua pihak.
Rusia juga mengecam keras serangan udara Amerika Serikat terhadap fasilitas nuklir Iran di Fordow, Natanz, dan Isfahan. Dalam pernyataan resminya, Kementerian Luar Negeri Rusia menyebut serangan tersebut sebagai “tindakan tidak bertanggung jawab” dan “pelanggaran hukum internasional yang serius”.
“Sangat jelas ini adalah eskalasi berbahaya yang baru dimulai, dan dapat mengancam keamanan regional dan global,” tulis pernyataan tersebut.
Putin bahkan telah menawarkan diri sebagai mediator untuk membantu menyelesaikan konflik Iran-Israel melalui negosiasi damai. Ia mengusulkan solusi yang memungkinkan Iran tetap mengembangkan program nuklir damai tanpa mengancam keamanan Israel.
Di sisi lain, Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei mengeluarkan pernyataan keras terhadap Israel, menyebutnya telah melakukan “kejahatan besar” dan bersumpah untuk melanjutkan hukuman atas tindakan tersebut. Dalam unggahan di platform X, Khamenei mengatakan, “Musuh Zionis telah melakukan kesalahan fatal. Mereka sedang dihukum, dan akan terus dihukum.”
Sementara itu, mantan Presiden Rusia Dmitriy Medvedev membuat pernyataan kontroversial yang memperkuat ketegangan. Dalam unggahan di media sosial pada Ahad (22/6), Medvedev menyebut bahwa “beberapa negara siap secara langsung menyuplai Iran dengan hulu ledak nuklir” sebagai respons atas serangan AS. Ia memperingatkan bahwa tindakan Amerika akan menjadi bumerang dan hanya akan memperkuat posisi politik Iran di dalam negeri.
“Bahkan mereka yang sebelumnya menentang pemerintah kini bersatu mendukung kepemimpinan Iran,” tambah Medvedev, yang kini menjabat sebagai Wakil Ketua Dewan Keamanan Rusia.
Pernyataan tersebut memicu kekhawatiran internasional akan meningkatnya risiko proliferasi nuklir di kawasan, sekaligus menyoroti semakin kompleksnya dinamika geopolitik di Timur Tengah, di mana Rusia berperan sebagai salah satu aktor utama yang mencoba menyeimbangkan pengaruh antara kekuatan regional yang saling bertentangan.
Sumber: indonews.id